Dibandingkan dengan seri pertama yang notabene harus mengakomodasi performa Playstation 3 yang terbatas di kala itu, fakta bahwa ia dibangun untuk Playstation 4 sebagai basis membuat The Last of Us Part II mampu menyuntikkan begitu banyak hal yang memukau. Dari sisi presentasi, kombinasi musik, kualitas visualisasi dunia yang meluas dan penuh detail, hingga sekadar animasi gerak dan serang yang akan membuat Anda terpukau sejak pandangan pertama. Namun seperti seri pertamanya, pada akhirnya kita akan kembali untuk sang sisi cerita.
Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh The Last of Us Part II ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah seri yang menawarkan manifestasi keindahan dalam kekerasan? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda. Keputusan untuk mengusung nama “Part II” sepertinya jelas mengindikasikan niat Naughty Dog untuk menjadikan seri kedua ini sebagai kelanjutan kisah dari seri pertamanya. Ini berarti kita akan kembali pada sosok Ellie dan Joel yang setelah seri pertamanya, kini hidup “damai” di Jackson.
Mengambil timeline 5 tahun setelah seri pertamanya, Jackson kini tumbuh menjadi kota dan komunitas ramai yang tidak lagi eksis untuk sekadar bertahan hidup, tetapi pelan tapi pasti mulai mewakili kembalinya peradaban manusia itu sendiri. Ia menjadi tempat yang aman untuk memadu kasih, membangun keluarga, dan memimpikan kematian di hari tua. Sebagai gantinya? Beberapa kelompok di dalamnya mengemban tugas berat untuk tidak hanya mengumpulkan beragam resource yang dibutuhkan, tetapi juga menjaga Jackson aman dari serangan para bandit dan Infected. Sebuah tugas yang juga harus dijalani Ellie dan Joel.
Namun siapa yang mengira bahwa di satu hari yang diselimuti salju super tebal, patroli Ellie yang harusnya menjadi sebuah tugas ringan tanpa beban yang ia jalani bersama dengan Dina, berujung menjadi mimpi buruk yang tidak pernah ia kira harus ia lalui sebelumnya. Berujung menghasilkan duka yang tidak bisa ia sikapi dengan hanya ikhlas dan berbesar hati, rasa benci yang tumbuh di hati Elie kemudian berkembang menjadi aksi balas dendam yang di titik ini, mulai terasa seperti sebuah aksi bunuh diri. Ellie memutuskan untuk berangkat ke Seattle untuk memburu sebuah organisasi militia bernama Washington Liberation Force (WLF). Dan ia tidak akan berhenti hingga setiap dari mereka dihabisi.
Story
penjelasan kali ini tahu bahwa salah satu kekuatan terbesar dari The Last o Us Part 2 adalah melalui narasinya yang brilian. Oleh sebab itu untuk tak menggangu experience terbaik bagi para pembaca, kami sama sekali tak akan memberikan detail cerita utamanya.
Mengambil alur beberapa tahun setelah game pertamanya, kini Elle telah beranjak dewasa. Ia menjalani hidup normal bersama para survivor di kota Jackson. Namun karena suatu insiden tragis yang menimpa, Ellie terpaksa harus kembali berurusan dengan dunia luar demi menuntut “pembalasan dan keadilan”.
Inti dari TLoU Part 2 adalah perjalanan balas dendam, kalian akan dibawa pada perjalanan baru Ellie yang penuh dengan pertanyaan “hitam putih”. Dimana emosi kalian akan dikoyak berdasarkan pertanyaan “baik dan buruk”. Dengan keputusan Ellie sebagai manusia yang selalu dapat dipertanyakan, apakah tindakannya benar atau salah? Apakah tindakannya “baik atau atau buruk”?
Super Emosional
Kisah emosional TLoU Part 2 disuguhkan dengan baik dan siap untuk mengaduk-aduk peraaan kalian. Belum lagi dengan directing dan narasi yang brilian, semakin membuat kisah perjalanan baru Ellie ini terasa jauh lebih “hidup”. Banyak momen tak terlupakan terjadi dan tak jarang membuat hati kecil kita akan “terkoyak”. Kami bahkan tak ragu untuk menyebut bahwa TLoU Part 2 merupakan sebuah game dengan penyampaian cerita terbaik dalam satu dekade terakhir. Cukup membuat kami untuk tak akan pernah melupakannya.
The Last of Us Part 2 benar-benar menyuguhkan kisah yang akan menguras emosi.
Kalian akan diajak menyelami lebih dalam bagaimana sifat asli manusia biasa. Dimana tak hanya kebaikan yang ada dalam diri mereka, namun juga sifat terburuknya sekalipun. Manusia biasa selalu dapat merasakan benci, marah, sedih, kesal, dan merasa benar. Sifat dasar yang hampir dimiliki semua orang menjadi pondasi kisah The Last of Us Part 2.
Bahwa dengan rasa sedih yang terbentuk, berubah menjadi amarah, hingga berevolusi menjadi rasa dendam. Perasaan tersebutlah yang akhirnya membawa kisah para anak manusia yang menentukan jalannya, jalan yang benar maupun salah. The Last of Us Part 2 menghadirkan hal tersebut dengan sangat detail dan mampu mengoyak perasaan terdalam para pemainnya.
Narasi yang Brilian
Narasi yang sempurna jadi salah satu kekuatan terbesar TLoU Part 2.
Selain kembali mengemban tugas di kursi sutradara, kali ini Neil Druckmann juga kembali menulis naskah untuk The Last of Us Part 2 ini. Berbagai kisah emosional yang tersaji, tertulis matang melalui naskah yang telah ia buat.
Kalian akan dibawa pada sudut pandang penceritaan maju mundur yang menarik dan menyimpan berbagai kejutan di dalamnya. Formula ini terkadang memang sempat menurunkan rasa empati, namun di sebagian besar sisi lainnya, gaya narasi ini juga semakin membuat kami semakin merasa emosional di banyak sisi.
Super Sinematik dengan Performa Para Cast yang Memukau
Salah satu daya tarik terkuat The Last of Us Part 2 ini adalah melalui kualitas narasinya yang brilian. Tiap adegan dan dialog yang diperlihatkan dengan apik dan terasa sangat natural. Untuk menyajikannya agar terlihat lebih sempurna, Naughty Dog memberikan aspek sinematik yang jauh lebih berkesan.
Narasi yang brilian disongkong dengan aspek sinematik memukau plus performa para cast yang totalitas.Aspek sinematik yang nyaris sempurna ini akan membawa pengalaman bermain kalian seolah tengah sambil menonton film. Bagi kalian yang sempat memainkan seri pertamanya tentu melihat betapa totalitasnya akting para pemain motion capture dan pengisi suaranya.
Pada seri kali ini segalanya dihadirkan dengan lebih matang dan “padat”. Bukan hanya karena faktor engine baru yang lebih mutakhir saja yang membuat ini semua terlihat lebih “realistis”. Namun performa karena para cast disini terlihat lebih totalitas dan natural. Tiap cutscene yang tersaji punya teknik sinematografi yang terasa lebih menonjol untuk dinikmati.
Tak hanya dari cutscene semata, aspek sinematiknya juga merangkak pada unsur gameplaynya juga. Dimana tiap interaksi yang dilakukan Ellie akan memberikan adegan yang lebih mengesankan. Dalam suasana berhadapan dengan QTE misalnya, terkadang kalian akan dibawa pada sudut pandang gameplay yang lebih terasa impactful, seolah kalian juga merasakan apa yang tengah dilakukan oleh Ellie. Semua pengalaman ini membuat The Last of Us Part 2 punya aspek sinematik yang terasa lebih dalam dan imersif.
إرسال تعليق