Keberanian bereksperimen sangat diperlukan pada aktivitas penciptaan seni rupa (murni, desain, dan kria) yang mementingkan kreativitas. Ada perupa (seniman) yang bereksperimen dalam menyajikan bentuk seni (menciptakan bentuk baru), sementara seniman lain bereksperimen dalam memilih dan mengkombinasikan beberapa aspek konseptual penciptaan seni.
Ada juga beberapa seniman yang melakukan eksperimen dengan memodifikasi konvensi seni, desain, dan kria yang sudah ada, kemudian yang terakhir ada pula seniman yang benar-benar bereksperimen untuk menemukan dan menciptakan karya seni yang benar-benar baru.
Dalam konteks proses kreatif, Guilford dalam bukunya yang berjudjul "Semiawan, Dimensi Kreatif dalam Filasafat Ilmu" menyebutkan; sifat fluensi, orisinalitas, fleksibilitas, elaborasi, dan redefinisi adalah kemampuan yang perlu dikembangkan lewat aktivitas eksperimen. Fluensi terkait secara langsung dengan kesigapan, kelancaran, dan kemampuan manusia untuk melahirkan banyak gagasan. Fleksibilitas adalah kemampuan manusia untuk menggunakan beragam pendekatan dalam memecahkan masalah. Sedangkan orisinalitas adalah kemampuan manusia untuk mencetuskan gagasan-gagasan asli. Sedangkan redefinisi merupakan kemampuan manusia untuk merumuskan batasan-batasan dari sudut pandang lain, tidak dengan cara-cara yang sudah lazim. Sebagai contoh, lukisan secara konvensional biasanya didefinisikan sebagai karya seni dua dimensioanal, batasan ini dianggap oleh sebagian seniman pelukis kreatif mengekang kreativitas mereka. Kemudian dengan sengaja mereka membuat lukisan dalam wujud 3 dimensional (bentuk piramid 3 dimensi). Ini adalah ontoh dari redefinisi bentuk seni.
1. Penciptaan Seni Rupa Murni dalam Bereksperimen dalam Seni Rupa
Penciptaan seni rupa murni adalah kegiatan berkarya seni lukis, seni grafis, seni patung, seni serat, dan lain-lain, untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, dan pengalaman kehidupan menjadi suatu perwujudan visual yang dilandasi dengan kepekaan artistik. Kepekaan artistik disini dapat berarti "memerlukan kemampuan dalam mengelola atau mengorganisir elemen-elemen visual untuk mewujudkan gagasan menjadi sebuah karya nyata".
a. Aspek Konseptual
1) Penemuan Sumber Inspirasi
Titik tolak penciptaan sebuah karya seni rupa murni adalah penemuan gagasan. Kita harus memiliki gagasan yang jelas dan terdefinisi dengan baik dalam mengekspresikan pengalaman artistik. Sumbernya dapat berasal dari realitas internal dan realitas eksternal.
- realitas internal, perambahan kehidupan spiritual (psikologis) dari diri kita sendiri. Misalnya harapan, cita-cita, intuisi, emosi, nalar, gairah, kepribadian dan pengalaman kejiwaan lainnya yang seringkali belum teridentifikasi dengan bahasa. Atau dengan kata lain, gagasan seni dapat timbul dari kebutuhan kita sebagai manusia untuk berekspresi.
- realitas eksternal, yaitu hubungan pribadi kita sebagai manusia dengan Tuhan (tema religius), hubungan pribadi kita dengan sesama manusia (tema sosial: kemiskinan, keadilan, nasionalisme), dan hubungan pribadi kita dengan alam (tema: lingkungan, keindahan alam) dan lain sebagainya.
2) Penetapan Interes Seni
Dalam aktivitas penciptaan kita harus menentukan interes seni dari kita sendiri, dapat berkreasi secara optimal. Pada dasarnya terdapat 3 interes seni:
- interes pragmatis, yaitu menempatkan seni sebagai instrumen pencapaian tujuan tertentu. Misalnya tujuan nasional, politik, moral, dakwah, dan lain-lain.
- interes reflektif, yaitu menempatkan seni sebagai pencerminan realitas aktual (fakta kehidupan) dan realitas khayali (realitas yang dibayangkan sebagai sesuatu yang ideal).
- interes estetis, yaitu berupaya melepaskan seni dari nilai-nilai pragmatis dan instrumentalis. Jadi interes estetis bertujuan untuk mengeksplorasi nilai-nilai estetik secara mandiri (seni untuk seni).
Dengan menetapkan interes seni kita sendiri, kita akan lebih memahami tujuan kita dalam menciptakan suatu karya.
3) Penetapan Interes Bentuk
Untuk mengekspresikan penghayatan kita terhadap nilai-nilai internal atau eksternal dengan tuntas, perlu dipertimbangkan kecenderungan umum minat dan selera seni kita sendiri. Misalnya dengan cara mencermati karya-karya yang telah kita buat selama ini. Kecenderungan yang dapat dipilih adalah :
- bentuk figuratif, yaitu karya seni rupa yang menggambarkan figur yang biasa kita kenal sebagai objek-objek alami, manusia, tumbuhan, hewan, gunung, laut, sungai dan lain-lain yang kita gambarkan dengan cara meniru rupa dan warna benda- benda tersebut.
- bentuk semi figuratif, yaitu karya seni rupa separuh figuratif, masih menggambarkan figur atau kenyataan alamiah, tapi bentuk dan warnanya sudah mengalami deformasi, distorsi, stilasi, oleh perupa. Bentuknya tidak meniru rupa sesungguhnya, tetapi sudah dirubah untuk kepentingan pemaknaan, misalnya, bentuk tubuh manusia yang diperpanjang, atau sebuah patung yang bertangan banyak, bentuk gunung yang disederhanakan atau digayakan untuk mencapai efek estetis dan artistik.
- bentuk nonfiguratif, merupakan karya-karya seni rupa yang sama sekali tidak menggambarkan bentuk-bentuk alamiah, dengan kata lain tanpa figur atau tanpa objek, oleh sebab itu disebut pula seni rupa non objektif. Pada karya-karya seni rupa non figuratif, susunan unsur-unsur visual ditata sedemikian rupa untuk menghasilkan satu karya yang indah. Istilah lain dari karya seni rupa non figuratif adalah karya seni abstrak. Secara umum karya abstrak yang baik dan berhasil adalah karya yang memiliki “bentuk bermakna”. Artinya sebuah karya seni yang berkapasitas untuk membangkitkan pengalaman estetis bagi orang yang mengamatinya. Dengan kata lain yang lebih sederhana, karya seni yang dapat membangkitkan perasaan menyenangkan, yaitu rasa keindahan.
4) Penetapan Prinsip estetik
Secara umum karya seni rupa murni menganut prinsip estetika tertentu. Untuk itu, kita harus dapat mengidentifikasi cita rasa keindahan yang terdapat pada karya-karya yang pernah kita ciptakan. Pada tahap ini, kita perlu menetapkan prinsip estetika yang paling sesuai bagi kita untuk mengungkapkan suatu pengalaman. Beberapa alternatif prinsip estetika yang dapat dipilih ialah:
- pramodern, yaitu prinsip estetika yang memandang seni sebagai aktivitas merepresentasikan bentuk-bentuk alam (gunung, laut, sungai), atau aktivitas pelestarian kaidah estetik tradisional.
- modern, yaitu prinsip estetika yang memandang seni sebagai aktivitas kreatif yang mengutamakan aspek penemuan, orisinalitas, dan gaya pribadi atau personaliti.
- posmodern, yaitu prinsip estetika yang memandang seni sebagai aktivitas permaianan tanda yang ironik, sifatnya eklektik (meminjam dan memadu gaya seni lama) serta menyajikannya sebagai pencerminan budaya konsumerisme masa kini.
b. Aspek Visual
1) Struktur Visual.
Untuk mewujudkan aspek konseptual menjadi sebuah karya visual, perlu ditegaskan lebih spesifik dalam "subject matter", masalah pokok atau tema seni yang akan kita ciptakan. Misalnya tema sosial: keadilan, dengan pilihan objek “hakim”. Tema pendidikan: dengan pilihan objek “guru”, tema religius: lukisan kaligrafi dengan objek “ayat Al-Quran tertentu”, dan lain sebagainya. Objek-objek tersebut dapat kita visualisasikan dengan berbagai cara, pilihlah unsur rupa (garis, tekstur, warna, bidang, volume, ruang), sesuai dengan kebutuhan interes seni, interes bentuk dan prinsip estetika yang telah ditetapkan terlebih dahulu dalam aspek konseptual.
2) Komposisi.
Hasil seleksi unsur-unsur seni rupa dikelola, ditata, dengan prinsip-prinsip tertentu, baik terhadap unsur secara tersendiri ataupun dalam hubungannya dengan bentuk atau warna. Dengan memperhatikan 4 (empat) prinsip pokok komposisi, yaitu: (1) proporsi, (2) keseimbangan, (3) irama, dan (4) kesatuan untuk memperlihatkan karakteristik keunikan pribadi kita.
3) Gaya pribadi
Dalam penciptaan karya seni, karakteristik atau ciri khas seorang seniman perupa merupakan faktor bawaan, yang menandai sifat unik karya yang diciptakannya. Misalnya Basoeki Abdullah, Raden Saleh, dan S. Soedjojono, meskipun mereka sama-sama melukis dengan gaya realisme, karya mereka akan sangat berlainan karena unsur gaya pribadi. Karya Raden Saleh biasanya menghadirkan suasana dramatis aristokratis, karya Basoeki Abdullah biasanya memperlihatkan idealisasi keindahan yang permai, sedangkan karya S. Soedjojono menghadirkan suasana heroisme dan nasionalisme.
Gaya pribadi akan lebih mudah terlihat jika kebebasan berkreasi diberikan, sehingga karya-karya siswa dengan sendirinya akan memperlihatkan keberagaman gaya seni sesuai kepribadian mereka masing-masing.
2. Aspek Operasional dalam Bereksperimen dalam Seni Rupa
Langkah-langkah kerja dalam proses perwujudan karya secara keseluruhan dimulai dari penetapan bahan, peralatan utama dan pendukung, serta teknik-teknik dalam memperlakukan bahan beserta peralatannya. Seluruh proses tersebut dikelompokkan ke dalam tiga tahap:
- Tahap persiapan. Melakukan pengadaan dan pengolahan bahan utama, bahan pendukung, dan pengadaan peralatan.
- Tahap Pelaksanaan. Berkenaan dengan pengalaman artistik, aktivitas proses kreasi dari awal sampai selesai.
- Tahap akhir. Karya seni rupa yang sudah selesai diciptakan, masih membutuhkan tindakan-tindakan khusus agar siap untuk dipamerkan. Jenis karya seni rupa tertentu memerlukan pembersihan secara menyeluruh, lapisan pengawet (coating), atau lembaran kaca dan bingkai. Jenis lain membutuhkan kemasan. Semuanya harus digarap dengan baik dan benar, sampai sebuah karya seni rupa sudah siap untuk dipamerkan.
إرسال تعليق